Jumat, 18 Maret 2011

Politik "Injury Time", Kisruh Di Kandang Banteng



Rabu (9/3) malam pekan lalu, gedung KPUD Kota Pekanbaru dipadati puluhan wartawan dari berbagai media cetak dan elektronik. Malam itu adalah batas waktu pendaftaran terakhir pendaftaran bakal calon walikota dan wakil walikota Pekanbaru. KPUD memberikan waktu hingga pukul 24.00 WIB. “KPUD memberikan waktu pendaftaran hingga pukul 24.00 WIB. Lewat satu menit pun, kami tidak akan menerima lagi,” ujar Yusri Munaf, sang ketua komisioner. Dari bisik-bisik dikalangan wartawan, malam ini PDIP dan 18 partai non parlemen akan memberikan dukungannya ke salah satu pasangan calon. Jauh-jauh hari PDIP memang telah menggalang dukungan partai-partai non parlemen yang berjumlah 18 partai. Kantor DPC Kota Pekanbaru yang berada tepat di jantung kota yakni di jalan Diponegoro, sejak beberapa bulan yang lalu pun dipenuhi bendera-bendera parpol selain bendera partai berlambang kepala banteng ini.

Informasi yang berkembang dikalangan wartawan, PDIP Cs malam ini akan memberikan dukungannya kepada Firdaus MT-Ayat Cahyadi. “Pak Firdaus MT pun sudah berada di KPU, sedang sholat isya,” ujar salah seorang rekan wartawan. Kedatangan Firdaus ke KPU kali ini bukanlah kali yang pertama setelah pendaftaran secara resmi yang diusung oleh koalisi 4 partai politik (PKS, Hanura, PBB, PKB). Sebelumnya, pada siang hari Firdaus MT dan pasangannya Ayat Cahyadi juga datang ke KPU dan menerima dukungan dari Partai Demokrat. Nah, kedatangannya malam ini merupakan sinyal positif akan mengalirnya kembali dukungan dari partai politik. Tercatat, hingga malam terakhir pendaftaran hanya ada dua partai politik yang mempunyai kursi di DPRD Kota Pekanbaru yang belum memastikan arah dukungannnya. Kedua parpol tersebut adalah PDIP yang memiliki 2 kursi dan Partai Damai Sejahtera (PDS) dengan 4 kursi.

Waktu terus merayap. Tak terasa, batas waktu pendaftaran calon tinggal menyisakan sekitar satu jam. Belum ada tanda-tanda kedatangan beberapa partai politik. Para wartawan yang menunggu pun harap-harap cemas. Namun, hal ini tidak berlangsung terlalu lama. Yang ditunggu-tunggu, akhirnya datang juga. Kordias, sang ketua partai berlambang kepala banteng ini muncul di kantor KPUD. Setelah sampai di lantai 2, ia tidak langsung menuju ke ruang pendaftaran. Namun, ia pergi ke toilet terlebih dahulu. Kordias, yang malam itu mengenakan kemeja berwarna biru dengan motif kotak-kotak, terlihat cukup santai. Sebagai salah seorang ketua partai politik besar yang mengusung jargon “partainya wong cilik”, kedatangan Kordias menyimpan sebuah tanda tanya besar. Ia tidak mengenakan simbol-simbol PDIP, seperti jas dan segala macamnya.

Keluar dari toilet, mantan calon legislative DPRD Kota Pekanbaru daerah pemilihan Tampan-Payung Sekaki ini pun langsung melangkahkan kakinya ke ruang pendaftaran. Kini, bersama perwakilan 18 partai non parlemen, ia menyerahkan berkas dukungan ke pasangan calon Firdaus MT-Ayat Cahyadi. Partai-partai mana saja yang tergabung dalam 18 partai non parlemen? Diantaranya adalah PKPI dengan perolehan suara pemilu sebesar (0,82%), PIS (0,30 %), PKNU (0,30%), Partai Republikan (0,72%), Partai Buruh (0,92%), PNBK Indonesia (0,29), Partai Barnas (0,34%), PNI Marhaenis (0,24%), PBR (1,86%), PPI (0,63%), Pakar Pangan (0,32%), PKP Indonesia (0,81%), PKDI (1,35%), PPRN (1,37%), PPIB (0,75%), Partai Pelopor (0,45%) dan PDP (0,55%).

Sikap PDIP Kota Pekanbaru yang mendukung pasangan Firdaus-Ayat ternyata berbeda dengan rekomendasi yang dikeluarkan oleh DPP PDIP. Sehari sebelumnya, Suryadi Khusaini, Ketua DPD PDIP Provinsi Riau mengatakan bahwa PDIP mendukung pasangan calon Peri Akri-Kusdani dalam pemilukada Pekanbaru. Mengenai persoalan alih mengalihkan dukungan partai, menurut pengamat politik dari Universitas Riau, Saiman Pakpahan adalah hal yang biasa. “Ini fenomena yang lazim. Tidak hanya di pemilukada Pekanbaru. Tetapi hampir terjadi di setiap pemilukada baik kabupaten/kota se- Indonesia,” ujar Saiman. Kenapa hal ini bisa terjadi? Menurut Saiman, karena logika politik dibangun atas filosofi politik yang sangat pragmatis. Dengan “menstir” pendapat Harrol C Maxwell, Saiman mengatakan bahwa politik pragmatis hanya melihat “siapa mendapat apa dan bagaimana caranya”. Jadi, tambah alumni Fisipol Universitas Riau “hitung-hitungannya jelas”. “Kalau saya kesana akan mendapat apa? Kenapa? Bagaimana caranya? Dan Apa saja yang harus saya lakukan? Jadi,saya sudah bicara tentang itu,” papar Saiman. Hal ini, menurut jebolen Universitas Kebangsaan Malaysia ini juga sudah sama dengan apa yang dikatakan oleh Machiavelly “kamu melakukan apa saja yang penting tujuan politik kamu terpenuhi”.

Suryadi Khusaini, sang Ketua PDIP Provinsi ketika dijumpai Daulat Riau di kediamannya jalan bambu kuning membenarkan pernyataannya sebagaimana dilansir berbagai media sehari sebelum pendaftaran calon. “Sikap DPP PDIP sampai saat ini belum berubah,” ujar Suryadi. Sampai saat ini, sesuai surat rekomendasi DPP PDIP, PDIP mendukung pasangan calon Peri Akri-Kusdani. Malam itu, Suryadi kelihatan cukup santai, meski keputusan DPC PDIP Kota Pekanbaru yang mengalihkan dukungan ke Firdaus MT-Ayat menyimpan bibit-bibit perpecahan ditubuh partai berlambang kepala banteng ini. Mengenakan kaos berwarna merah yang sepertinya merupakan kaos timnas sepakbola Indonesia dipadu dengan celana pendek bermotif tentara, sesekali Suryadi memencet remote control televisi yang sedang ditonton. Di ruangan yang terkesan seperti teras rumah, namun tetap berada dalam areal dalam rumah, Suryadi sedang ditemani oleh Robin Hutagalung, Ketua DPD PDIP Provinsi Riau yang membidangi masalah hokum serta seorang lagi fungsionaris PDIP.

Menurut Suryadi, keputusan tertinggi ada di DPP, DPC-DPC dan bahkan DPD masih dibawah DPP. “Tidak ada yang bisa merubah keputusan DPP, sebelum DPP sendiri yang merubahnya,” ujar mantan Wakil Ketua DPRD Provinsi Riau ini. Sikap DPC PDIP Kota Pekanbaru yang tidak mengindahkan rekomendasi DPP PDIP merupakan pelanggaran terhadap aturan partai. Ditanya tentang sanksi apa yang akan diberikan, salah seorang yang disebut-sebut sebagai “kader kesayangan” Megawati ini mengatakan, “sanksinya nanti saya kasih no telfon DPP di Jakarya ya”. Suryadi memang sosok politisi yang ulung, ditengah kondisi itu, ia masih bisa sedikit berseloroh. Karir pria yang juga menjadi Ketua DPP Ikatan Keluarga Jawa Riau (IKJR) Provinsi Riau di dunia politik memang terbilang bersinar. Tercatat, pernah menjadi anggota DPRD Provinsi Riau sebanyak dua periode berturut-turut dan sempat menjadi calon wakil gubernur Riau mendampingi drh Chaidir.

Namun demikian, penerima gelar Kanjeng Pangeran dari keraton Surakarta ini, akhirnya buka suara. “Sanksinya ada dalam klausul rekomendasi itu yang menyatakan kepada mereka yang tidak mengindahkan instruksi dan melakukan aktivitas keluar dari kebijakan ini, akan diberikan sanksi organisasi,” ujarnya. “Sebentar…,” kata Suryadi kepada Daulat Riau dan kemudian bergegas masuk ke dalam rumah. Sambil menunggu sang ketua partai, Daulat Riau sejenak memperhatikan ruang tempat kami berbincang-bincang. Di dinding tepat diatas sofa Suryadi duduk, terpampang  foto Bung Karno, proklamator kemerdekaan RI sekaligus ayah Megawati, Ketua Umum DPP PDIP. Tak lama, Suryadi keluar dengan membawa subuah map berwarna merah. Ia lalu menyodorkan kepada Daulat Riau untuk membacanya.

Sepucuk surat itu tidak lain adalah surat rekomendasi DPP PDIP. Surat berkop DPP PDI Perjuangan dengan nomor surat 884/IN/DPP/3/2011, ditujukan kepada DPC PDI Perjuangan Kota Pekanbaru dengan perihal REKOMENDASI. Ada 5 butir inti keputusan yang tertulis dalam surat DPP tersebut yakni pertama: DPP PDIP menetapkan PERI AKRI, SE, MM untuk dijadikan calon Walikota Pekanbaru dan Drs. H. KUSDANI BADRI,M. Pdi untuk dijadikan calon Wakil Walikota Pekanbaru periode 2011-2016. Kedua, menginstruksikan DPC PDI Perjuangan Kota Pekanbaru untuk mendaftarkan PERI AKRI, SE, MM dan Drs. H. KUSDANI BADRI, MPdi sebagai pasangan calon walikota dan Wakil Walikota dari PDI Perjuangan ke Komisi Pemilihan Umum Kota Pekanbaru. Ketiga, DPP PDI Perjuangan menginstruksikan kepada seluruh jajaran Partai, DPC PDI Perjuangan Kota Pekanbaru, bersama-sama dengan seluruh kader, aktivis, dan anggota PDI Perjuangan di Kota Pekanbaru untuk mengamankan dan memperjuangkan terpilihnya PERI AKRI, SE, MM menjadi walikota Pekanbaru dan Drs. H. KUSDANI BADRI, MPdi menjadi wakil walikota Pekanbaru periode 2011-2016. Keempat, kepada mereka yang tidak mengindahkan istruksi dan melakukan aktivitas keluar dari kebijakan ini, akan diberikan sanksi organisasi. Kelima, apabila di kemudian hari terdapat kekeliruan dalam Surat Rekomendasi ini, akan diadakan perbaikan seperlunya. Pasal 4 klausul rekomendasi inilah yang dikatakan Suryadi mengenai sanksi yang akan diberikan kepada Kordias, Ketua DPC PDIP Kota Pekanbaru. Surat tersebut ditandatangani oleh Mindo Sianipar sebagai Ketua dan Tjahjo Kumolo sebagai Sekretaris Jenderal.

Banyak kalangan menilai, sikap DPC Kota Pekanbaru yang tidak mengindahkan Keputusan DPP PDIP terkait kisruh di internal DPD PDIP Provinsi Riau beberapa waktu yang lalu. Seperti diketahui public, beberapa waktu yang lalu, Hotman Manurung yang tidak lain adalah “ayah angkat” Kordias diberhentikan dari kedudukan sebagai sekretaris DPD PDIP Provinsi Riau. Hal inilah yang kemudian memicu, sikap Kordias untuk berani membangkang dari keputusan DPP.***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar